Selamat Membaca !!!

Mohon Komentarnya yah !!

Sabtu, 13 Juli 2013

Menghitung Pajak Usaha Konveksi

Isi materi pada tulisan ini gue kutip dari “Tabloid Peluang Usaha Edisi 18 Th VII 01 – 14 Juni 2012”, dengan perubahan seperlunya.
Selamat membaca!
Tanya:
Saya memiliki usaha konveksi pakaian di Tangerang dengan merek sendiri dan juga bisa memproduksi pakaian pesanan merek orang lain. Yang  ingin saya tanyakan adalah:
Bagaimana ketentuan perpajakannya?
Bagaimana perhitungan pajaknya?
Bagaimana cara pelaporannya?
Jawab:
1.  Pajak usaha konveksi pakaian, ketentuan perpajakannya mengacu pada Undang – Undang Perpajakan: UU No. 10 Tahun 1994 – UU No. 17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan dan UU No. 11 Tahun 1994 – UU No. 18 Tahun 2000 tentang Pajak Pertambahan Nilai.
Namun berdasarkan pengalaman (si Konsultan) dalam menangani usaha perseorangan sejenis konveksi pakaian atau pun penjahit pakaian di Jakarta dan sekitarnya, omzetnya di bawah Rp 4,8 miliar per tahun. Jadi lebih baik menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto yang mana tidak wajib menyelenggarakan pembukuan, namun hanya wajib menyelenggarakan Pencatatan Penjualan.
Untuk menyelenggarakan Pencatatan Penjualan, Wajib Pajak harus memberitahukan ke Direktur Jenderal Pajak/kantor pajak setempat. Umumnya para pedagang pemula agak ribet dalam menyelenggarakan pembukuan dan pengarsipan data – data/kwitansi.
Norma Penghitungan ini diatur dalam keputusan Dirjen Pajak No. 536/PJ/2000 tanggal 29 Desember 2000. Jika omzetnya terus meningkat, disarankan untuk mengurus badan usaha seperti CV atau PT, baru menyelenggarakan pembukuan dan bisa mencari karyawan akuntan.
2.  Adapun cara penghitungan untuk usaha perseorangan/pribadi yang tidak mempunyai badan usaha tetap seperti CV, PT, atau Firma, mengacu pada Undang – Undang Pajak Penghasilan No. 10 Tahun 1994 yang diubah dengan Undang – Undang PPh Tahun 2008 yang mulai berlaku tahun 2009 dengan tarif sebagai berikut:
LAPISAN PENGHASILAN KENA PAJAK
TARIF
s/d            Rp 50.000.000                                                         5 %
Di atas      Rp 50.000.000 s/d Rp 250.000.000                       15 %
Di atas      Rp 250.000.000 s/d Rp 500.000.000                     25 %
Di atas      Rp 500.000.000                                                     30 %
Berikut akan diberikan contoh penghitungan pajak tersebut.
Selama tahun 2011 usaha konveksi memiliki omzet per bulan sebagai berikut:
Omzet usaha Tahun 2011:
Januari             Rp 30.000.000
Pebruari           Rp 35.000.000
Maret               Rp 25.000.000
April                Rp 20.000.000
Mei                  Rp 30.000.000
Juni                  Rp 15.000.000
Juli                   Rp 20.000.000
Agustus           Rp 45.000.000
September       Rp 25.000.000
Oktober           Rp 30.000.000
Nopember       Rp 35.000.000
Desember        Rp 50.000.000 +
Jumlah           Rp 360.000.000
Perkiraan penghasilan neto daerah Tangerang untuk usaha jasa konveksi/penjahit pakaian dan sejenisnya: 28 % (Keputusan Dirjen Pajak No: KEP-536/PJ/2000).
Cara Perhitungannya:
Penghasilan Neto = Penghasilan Bruto x 28 %
= Rp 360.000.000 x 28 %
= Rp 100.800.000
Penghasilan Neto                                       Rp 100.800.000
Penghasilan Tidak Kena Pajak (TK/0)       Rp  15.840.000 -
Penghasilan Kena Pajak                         Rp  84.960.000
Tarif Pajak:
a.  5 %   x   Rp 50.000.000                                                            Rp 2.500.000
b.  15%  x   Rp 34.960.000 (Rp 84.960.000 – Rp 50.000.000)     Rp 5.244.000 +
Jumlah pajak tahun 2011 yang harus dibayar di tahun 2012     Rp 7.744.000

2. Adapun untuk angsuran PPh Pasal 25 Bulanan pada Tahun 2012 adalah:
Pajak Tahun 2011 = Rp 7.744.000 : 12 = Rp 645.333 per bulan
Seandainya selama tahun 2012 membayar PPh Pasal 25 sebesar Rp 645.333 per bulan, jadi jumlahnya Rp 7.744.000 setahun.
Pajak tahun 2012 setelah diperhitungkan sebesar Rp 8.000.000. Maka jumlah PPh Kurang Bayar (Pasal 29) tahun 2012, yang dibayar paling lambat tanggal 25 Maret 2013 adalah:
Rp 8.000.000 (Pajak Tahun 2012) – Rp 7.744.000 = Rp 256.000.
Jadi prinsipnya PPh Pasal 25 adalah pajak yang dibayar bulanan yang merupakan angsuran pajak/kredit pajak dan akan diperhitungkan pada akhir tahun.
3. Berdasarkan contoh di atas, khusus untuk PPh Pasal 25, dibayar paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya. Contoh: Pajak bulan Januari 2012 dibayar paling lambat tanggal 10 Pebruari 2012 dan dilaporkan paling lambat tanggal 20 Pebruari 2012.
PPh yang lain dilaporkan jika ada transaksi yang berhubungan saja, contoh PPh Pasal 4 Ayat 2 dibayar jika ada Transaksi Sewa saja. Semua transaksi pajak tersebut dilaporkan ke kantor pajak setempat di mana Wajib Pajak terdaftar sesuai dengan NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak).

Kamis, 20 Juni 2013

Menghitung PPh Badan dengan Fasilitas Pasal 31E

Gambaran Umum

Fasilitas Pasal 31E yaitu fasilitas pengurangan tarif dasar PPh Badan. Wajib Pajak Badan mendapatkan pengurangan 50% dari tarif dasar PPh Badan sebesar 25% (utk tahun 2010 - saat ini).

Wajib Pajak Badan yang berhak menggunakan fasilitas ini yaitu Wajib Pajak Badan dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap yang memperoleh peredaran bruto hingga Rp50.000.000.000,00 (Lima puluh miliar rupiah) dengan penghasilan kena pajak didalam peredaran bruto hingga Rp4.800.000.000,00 (Empat miliar delapan ratus juta rupiah).

Peredaran bruto yang dimaksud adalah penghasilan yang diperoleh dari usaha dan di luar usaha (penghasilan lain - lain).

Sedangkan Penghasilan Kena Pajak yang dimaksud adalah penghasilan bersih setelah dilakukan koreksi fiskal (menyesuaikan pendapatan dan beban yang diperbolehkan untuk menghitung penghasilan bersih menurut peraturan perpajakan).

Dasar Hukum

  • Pasal 31E UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan
  • Surat Edaran DJP No: SE.66/PJ/2010 tentang Penegasan atas Pelaksanaan Pasal 31E Ayat (1) UU No.36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan
Cara Menghitung

Untuk menghitung PPh Badan dengan Fasilitas Pasal 31E, dapat menggunakan rumus sebagai berikut:

50% x 25% x Penghasilan Kena Pajak yang memperoleh fasilitas = PPh Badan dengan fasilitas terutang.

Rumus diatas berlaku jika Penghasilan Kena Pajak dibawah Rp4.800.000.000,00.

Namun jika Penghasilan Kena Pajak yang diperoleh di atas Rp4.800.000.000,00, maka harus dihitung terlebih dahulu jumlah Penghasilan Kena Pajak yang memperoleh fasilitas, dengan rumus sebagai berikut:

(4.800.000.000 : Peredaran Bruto) x Penghasilan Kena Pajak = Penghasilan Kena Pajak ber-fasilitas

Kemudian dapat dihitung PPh Badan dengan Fasilitas Pasal 31E dengan rumus yang telah ditulis di atas.

Belum selesai sampai di sini, karena masih terdapat sisa Penghasilan Kena Pajak yang tidak mendapatkan fasilitas, atau dapat dihitung dengan rumus:

Penghasilan Kena Pajak - Penghasilan Kena Pajak ber-fasilitas = Penghasilan Kena Pajak non-fasilitas

Kemudian Penghasilan Kena Pajak non-fasilitas tersebut dikenakan PPh Badan dengan tarif dasar normal, yaitu 25%. Berikut ini rumus untuk menghitungnya:

25% x Penghasilan Kena Pajak non-fasilitas = PPh Badan non-fasilitas terutang.

Kemudian jumlahkan PPh Badan ber-fasilitas dengan PPh Badan non-fasilitas, maka akan didapat jumlah PPh Badan yang terutang.

Contoh Kasus

Pada tahun 2012, PT. Surgawi memperoleh peredaran bruto dari usahanya sebesar Rp10.000.000.000,00 (Sepuluh miliar rupiah).

Setelah dilakukan rekonsiliasi fiskal, didapat Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp1.000.000.000,00 (Satu miliar rupiah).

Berdasarkan ilustrasi tersebut, PT. Surgawi dapat menghitung PPh Badan dengan Fasilitas Pasal 31E.
Berikut mekanisme penghitungannya:

50% x 25% x Rp1.000.000.000,00 = Rp125.000.000,00.

Maka, dengan fasilitas Pasal 31E, PPh Badan yang terutang bagi PT. Surgawi sebesar Rp125.000.000,00. (Seratus dua puluh lima juta rupiah).

Fasilitas Pasal 31E Bukan Merupakan Pilihan

Penghitungan PPh Badan dengan menggunakan fasiltas Pasal 31E bagi Wajib Pajak Badan dalam negeri maupun Bentuk Usaha Tetap bukan merupakan pilihan.

Hal ini ditegaskan dalam SE-66/PJ/2010 tentang Penegasan atas Pelaksanaan Pasal 31E Ayat (1) UU No.36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan.

Sepanjang akumulasi peredaran bruto tidak melebihi Rp50.000.000.000,00 (Lima puluh miliar rupiah), maka tarif PPh Badan yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak mengikuti tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31E Ayat (1) UU Pajak Penghasilan.